Faktor-Faktor Pembentukan Daerah Otonomi Baru dan Dampaknya Terhadap Keuangan Negara
DOI:
https://doi.org/10.23887/ekuitas.v7i2.17862Abstrak
Reformasi sistem Pemerintahan Republik Indonesia yang di antaranya ditandai dengan perubahan dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi telah berimbas pada trend pemekaran daerah. Tapi, mulai akhir tahun 2014 pemerintah menerapkan kebijakan moratorium pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) dengan alasan untuk fokus menyelesaikan masalah besarnya defisit anggaran sebelum mencabut moratorium tersebut. Tujuan kajian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor pendorong pembentukan DOB di Indonesia selama era reformasi dan bagaimana dampaknya terhadap keuangan negara. Kajian ini bersifat kajian kebijakan (policy research) dengan menghimpun data kemudian di analisis menjadi sebuah kesimpulan dan rekomendasi. Jenis kajian ini adalah studi literatur dengan metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa sejak era reformasi, pembentukan daerah otonomi baru sangat masif terjadi. Jika dihitung rata-rata dari 1999-2014, setiap tahun DOB provinsi dan kabupaten/kota bertambah sebanyak 13 DOB per tahun. Pembentukan DOB membutuhkan persiapan dan biaya yang cukup besar, mulai dari pembentukan awal hingga penyelenggaraannya. Selain itu, secara umum DOB menunjukkan dependensi fiskal yang lebih tinggi dibandingkan daerah lama. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pemebentukan DOB tersebut telah menimbulkan tekanan terhadap keuangan negara (APBN) akibat besarnya jumlah dana yang harus ditransfer kepada daerah-daerah baru.